Minggu, 25 Mei 2014

Proses Alih Teknologi Di Indonesia.

Proses Alih Teknologi Di Indonesia

Perkembangan teknologi yang sangat pesat menjadikan dunia seolah tanpa batas (borderless). Manusia kini dapat terhubung satu sama lain dengan jangkauan dan daya jelajah yang luas (wide spread) dengan kecepatan tinggi (high speed) dan tanpa membutuhkan media komunikasi konvensional, seperti, kertas (paperless).

Teknologi menjadi paradigma baru untuk menentukan kualitas suatu bangsa. Ungkapan bahwa “siapa yang menguasai teknologi akan menggenggam dunia ditangannya”, karenanya tidak dapat diragukan lagi walau harus disikapi secara bijaksana. Teknologi terkait dengan industrialisasi telah menjadi tolak ukur pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Namun kenyataannya ada kesenjangan penguasaan teknologi antara negara maju dengan negara berkembang, seperti Indonesia. Oleh karana itu masalah alih teknologi antara  neghara maju dan negara berkembang menjadi isu sentral dalam beberapa dasawarsa, lebih-lebih setelah tercapainya kesepakatan masyarakat internasional dalam World Trade Organization (WTO)

Apa itu Alih Teknologi?
pengalihan pengetahuan dan keterampilan teknologi, terutama pemindahan materialnya, dr suku cadang yg terkecil sampai ke pabrik yg paling lengkap

Kondisi Alih Teknologi di Indonesia
Perwakilan dari Lembaga Riset dan Pengabdian Masyarakat (LRPM), Universitas Presiden menyampaikan masih kekurangan sumber daya, sehingga masih fokus pada pengajaran saja, sedangkan untuk alih teknologi, belum ada mekanisme yang jelas, yang pasti, adalah kalau ada hasil dari litbang harus masuk seluruhnya ke dalam yayasan dan keluarnya sulit.

Sementara perwakilan dari LP3M Institut Teknologi Indonesia (ITI), Abu Amar, menyampaikan bahwa alih teknologi di ITI sudah berlangsung cukup lama dan sudah banyak dilakukan berfokus pada permasalahan langsung yang bisa aplikatif ke masyarakat. Sehingga belum banyak paten yang dihasilkan, namun hasil litbang yang telah mendapat paten,  justru tidak teraplikasikan karena industri tidak tertarik untuk membeli.

LRPM Universitas Nasional sendiri baru aktif tahun 2010. Mengenai alih teknologi kebanyakan yang dilakukan sebatas  publikasi dan konsultasi sama halnya dengan UPH dan Unisma Bekasi. Dengan adanya sosialisasi mengenai PP 20/2005 tentang adanya kewajiban melakukan alih teknologi untuk pemakaian dana pemerintah maka UPH juga seharusnya ke depan mengarah ke sana. Mengenai royalti, masih belum ada peraturan yang mengatur mengenai hal tersebut.

Sedangkan  Universitas Pancasila telah melakukan alih teknologi terutama kepada UKM dan  juga telah memiliki paten yang sedang trial agreement dengan perusahaan, mengenai aturan royalti ditetapkan dengan mengacu pada IPB atau ITB.

Kesadaran Masyarakat Dalam Alih Teknologi
Bagi masyarakat desa alih teknologi, hendaknya berkembang searah dengan kebutuhan mereka, hal ini yang tidak begitu dihayati dan dicermati secara baik. Bahkan, karena pencermatannya tidak baik, hasilnya sistem pemerintahan kita mengacu pada semangat global yang tidak mempertimbangkan tradisi dan budaya. Sukarnya konversi dari minyak tanah ke gas adalah indikator kuat kita tidak transformatif dan concerned terhadap nilai masyarakat di perdesaan.

Dalam konteks itulah, yang penulis akan tawarkan di sini adalah suatu reaksi cepat pemerintah untuk memahami nilai nilai yang ada di masyarakat. Kita banyak mengenal para pasar, tapi untuk sosialisasi pedagogis dalam dimensi transfer nilai teknologi sangat sedikit.

Itulah sebabnya, aksentuasi kita terhadap teknologi hendaknya dititikberatkan atas kesadaran kita secara baik, komunal, dan antisipatif terhadap milieu masyarakat, sehingga teknologi dapat berarti dan bermakna. Apabila hal ini dihayati, proses yang ada, pastilah membuka peluang bagi kemajuan masyarakat atau rakyat terbanyak di negeri ini.

Dengan demikian, alih teknologi secara masif, seyogianya ditekankan kepada tradisi, budaya, dan hak-hak kultural masyarakat. Apa yang dimaksud tradisi, yakni alih teknologi berbahasa dan berbicara atas nama kehendak lingkungan masyarakat.

Ambil contoh, ketika Mahatma Ghandi mengenalkan rajutan sutra untuk komunitasnya, ia mendekati masyarakat India dengan perkembangan tradisi masyarakat setempat, yakni mendekatkan pemahaman kerja lewat Ahimsha. Maka, tak ayal ganti menjadi salah satu percontohan bagaimana merajut konfeksi yang kemudian secara pragmatis mampu menguatkan ekspor lokal.

Peran Teknologi Informasi dalam Alih Teknologi
sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi dimensi baru dalam persaingan internasional yang berkaitan erat dengan laju perkembangan teknologi yang makin pesat dan persaingan industri yang makin tajam. Perkembangan teknologi (technological progress) telah disadari mampu memberikan keuntungan ekonomi, sehingga negara-negara berkembang berusaha untuk mengembangkan potensinya untuk menyerap, mengadakan dan mengimplementasikan teknologi.

Betapa pentingnya peranan teknologi dalam perjalanan suatu bangsa ditunjukkan oleh keberhasilan industrialisasi di negara-negara maju dan NIEs (Newly Industrializing Economics). Dalam kasus NIEs seperti Korea Selatan, Taiwan atau Singapura, keberhasilan mereka dalam beralih dari strategi industrialisasi yang berorientasi ekspor dengan mengandalkan pada produk akhir dan padat karya ke produk-produk yang lebih canggih, berlangsung sejalan dengan peningkatan kapabilitas teknologi yang terarah serta dengan landasan yang kokoh dan lebih merata (Pangestu dan Basri, 1995).

Pengalaman di beberapa negara juga menunjukkan bahwa peningkatan kapabilitas teknologi berlangsung secara bertahap. Pengertian bertahap di sini lebih mengacu pada kematangan dalam menjalani setiap tahap, yang sekaligus menjamin kesiapan dan landasan yang kokoh untuk memasuki tahapan lebih lanjut. Salah satu yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan social absorption capacity dari suatu bangsa/masyarakat menghadapi proses transformasi, yang meliputi antara lain: aspek sosiokultural, kesiapan sumber daya manusia, aspek kelembagaan, dan kesiapan birokrasi (Pangestu dan Basri, 1995; Sutrisno, 1994; Thee, Jusmaliani dan Indrawati, 1995). Faktor lainnya adalah kesiapan infrastruktur dalam arti yang luas, meliputi tidak hanya infrastruktur fisik melainkan juga infrastruktur pemasaran, infrastruktur kuangan, kapabilitas informasi, kapabilitas teknologi, dan sebagainya.

Kebijakan pemerintah Indonesia juga mengindikasikan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi sangat diperlukan untuk menumbuhkan daya saing bangsa dalam memproduksi barang dan jasa, yang berbasis sumber daya lokal, yang pada gilirannya akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara nyata dan berkelanjutan (sustainable). Hal tersebut antara lain tercermin dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004, di mana pembangunan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dilakukan melalui empat program nasional, yang meliputi (1) Iptek dalam dunia usaha, (2) diseminasi informasi iptek, (3) peningkatan sumber daya Iptek, serta (4) kemandirian dan keunggulan Iptek.

Komitmen tersebut diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang No. 18 Tahun 2002, tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas IPTEK). Undang-Undang ini mewajibkan pemerintah untuk memperhatikan: (1) upaya penguatan dan penguasaan ilmu-ilmu dasar, ilmu pengetahuan dan teknologi strategis, serta peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan; (2) penguatan dan penguasaan ilmu-ilmu sosial dan budaya, yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) penguatan pertumbuhan industri berbasis teknologi, untuk meningkatkan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi; serta (4) penguatan tarikan pasar bagi hasil kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Persoalannya kemudian adalah sampai saat ini masih banyak kegiatan produktif masyarakat yang memerlukan dukungan iptek, baik yang berskala kecil, menengah atau besar, belum bisa dipenuhi secara optimal. Operasional lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah (seperti LIPI, BPPT, BATAN, LAPAN, LEN dan lain-lain), perguruan tinggi (seperti ITB, UI, UGM, UNPAD,dan lain-lain), ataupun industri/perusahaan swasta memang sudah lama berjalan, tetapi belum menunjukkan peran dan fungsi yang optimal dalam mengembangkan dan memanfaatkan teknologi bagi aktivitas pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

sumber :
 - http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/13379
 - http://wsmulyana.wordpress.com/2008/12/04/peranan-komunikasi-dalam-difusi-teknologi/
 - http://www.kamusbesar.com/47063/alih-teknologi
 - http://rjparinduri.wordpress.com/2010/08/07/alih-teknologi/
 - http://ppijkt.wordpress.com/2007/11/23/alih-teknolog-dalam-perspektif-masyarakat/ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar