Proses
Alih Teknologi Di Indonesia
Perkembangan
teknologi yang sangat pesat menjadikan dunia seolah tanpa batas (borderless). Manusia kini dapat terhubung satu sama lain dengan
jangkauan dan daya jelajah yang luas (wide spread)
dengan kecepatan tinggi (high speed) dan
tanpa membutuhkan media komunikasi konvensional, seperti, kertas (paperless).
Teknologi menjadi
paradigma baru untuk menentukan kualitas suatu bangsa. Ungkapan bahwa “siapa
yang menguasai teknologi akan menggenggam dunia ditangannya”, karenanya tidak
dapat diragukan lagi walau harus disikapi secara bijaksana. Teknologi terkait
dengan industrialisasi telah menjadi tolak ukur pertumbuhan ekonomi yang
mencerminkan keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Namun kenyataannya ada
kesenjangan penguasaan teknologi antara negara maju dengan negara berkembang,
seperti Indonesia. Oleh karana itu masalah alih teknologi antara neghara
maju dan negara berkembang menjadi isu sentral dalam beberapa dasawarsa,
lebih-lebih setelah tercapainya kesepakatan masyarakat internasional dalam World Trade Organization (WTO)
Apa itu Alih Teknologi?
pengalihan pengetahuan dan keterampilan
teknologi, terutama pemindahan materialnya, dr suku cadang yg terkecil sampai
ke pabrik yg paling lengkap
Kondisi Alih Teknologi di Indonesia
Perwakilan dari Lembaga Riset dan Pengabdian
Masyarakat (LRPM), Universitas Presiden menyampaikan masih kekurangan sumber
daya, sehingga masih fokus pada pengajaran saja, sedangkan untuk alih
teknologi, belum ada mekanisme yang jelas, yang pasti, adalah kalau ada hasil
dari litbang harus masuk seluruhnya ke dalam yayasan dan keluarnya sulit.
Sementara perwakilan dari LP3M Institut Teknologi
Indonesia (ITI), Abu Amar, menyampaikan bahwa alih teknologi di ITI sudah
berlangsung cukup lama dan sudah banyak dilakukan berfokus pada permasalahan
langsung yang bisa aplikatif ke masyarakat. Sehingga belum banyak paten yang
dihasilkan, namun hasil litbang yang telah mendapat paten, justru tidak teraplikasikan karena industri
tidak tertarik untuk membeli.
LRPM Universitas Nasional sendiri baru aktif tahun
2010. Mengenai alih teknologi kebanyakan yang dilakukan sebatas publikasi dan konsultasi sama halnya dengan
UPH dan Unisma Bekasi. Dengan adanya sosialisasi mengenai PP 20/2005 tentang
adanya kewajiban melakukan alih teknologi untuk pemakaian dana pemerintah maka UPH
juga seharusnya ke depan mengarah ke sana. Mengenai royalti, masih belum ada
peraturan yang mengatur mengenai hal tersebut.
Sedangkan
Universitas Pancasila telah melakukan alih teknologi terutama kepada UKM
dan juga telah memiliki paten yang
sedang trial agreement dengan perusahaan, mengenai aturan royalti ditetapkan
dengan mengacu pada IPB atau ITB.
Kesadaran
Masyarakat Dalam Alih Teknologi
Bagi masyarakat desa alih teknologi, hendaknya
berkembang searah dengan kebutuhan mereka, hal ini yang tidak begitu dihayati
dan dicermati secara baik. Bahkan, karena pencermatannya tidak baik, hasilnya
sistem pemerintahan kita mengacu pada semangat global yang tidak
mempertimbangkan tradisi dan budaya. Sukarnya konversi dari minyak tanah ke gas
adalah indikator kuat kita tidak transformatif dan concerned terhadap nilai
masyarakat di perdesaan.
Dalam konteks itulah, yang penulis akan tawarkan di
sini adalah suatu reaksi cepat pemerintah untuk memahami nilai nilai yang ada
di masyarakat. Kita banyak mengenal para pasar, tapi untuk sosialisasi
pedagogis dalam dimensi transfer nilai teknologi sangat sedikit.
Itulah sebabnya, aksentuasi kita terhadap teknologi
hendaknya dititikberatkan atas kesadaran kita secara baik, komunal, dan
antisipatif terhadap milieu masyarakat, sehingga teknologi dapat berarti dan
bermakna. Apabila hal ini dihayati, proses yang ada, pastilah membuka peluang
bagi kemajuan masyarakat atau rakyat terbanyak di negeri ini.
Dengan demikian, alih teknologi secara masif,
seyogianya ditekankan kepada tradisi, budaya, dan hak-hak kultural masyarakat.
Apa yang dimaksud tradisi, yakni alih teknologi berbahasa dan berbicara atas
nama kehendak lingkungan masyarakat.
Ambil contoh, ketika Mahatma Ghandi mengenalkan
rajutan sutra untuk komunitasnya, ia mendekati masyarakat India dengan
perkembangan tradisi masyarakat setempat, yakni mendekatkan pemahaman kerja
lewat Ahimsha. Maka, tak ayal ganti menjadi salah satu percontohan bagaimana
merajut konfeksi yang kemudian secara pragmatis mampu menguatkan ekspor lokal.
Peran
Teknologi Informasi dalam Alih Teknologi
sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi
dimensi baru dalam persaingan internasional yang berkaitan erat dengan laju
perkembangan teknologi yang makin pesat dan persaingan industri yang makin
tajam. Perkembangan teknologi (technological progress) telah disadari mampu
memberikan keuntungan ekonomi, sehingga negara-negara berkembang berusaha untuk
mengembangkan potensinya untuk menyerap, mengadakan dan mengimplementasikan
teknologi.
Betapa pentingnya peranan teknologi dalam perjalanan
suatu bangsa ditunjukkan oleh keberhasilan industrialisasi di negara-negara
maju dan NIEs (Newly Industrializing Economics). Dalam kasus NIEs seperti Korea
Selatan, Taiwan atau Singapura, keberhasilan mereka dalam beralih dari strategi
industrialisasi yang berorientasi ekspor dengan mengandalkan pada produk akhir
dan padat karya ke produk-produk yang lebih canggih, berlangsung sejalan dengan
peningkatan kapabilitas teknologi yang terarah serta dengan landasan yang kokoh
dan lebih merata (Pangestu dan Basri, 1995).
Pengalaman di beberapa negara juga menunjukkan bahwa
peningkatan kapabilitas teknologi berlangsung secara bertahap. Pengertian
bertahap di sini lebih mengacu pada kematangan dalam menjalani setiap tahap,
yang sekaligus menjamin kesiapan dan landasan yang kokoh untuk memasuki tahapan
lebih lanjut. Salah satu yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan social
absorption capacity dari suatu bangsa/masyarakat menghadapi proses
transformasi, yang meliputi antara lain: aspek sosiokultural, kesiapan sumber
daya manusia, aspek kelembagaan, dan kesiapan birokrasi (Pangestu dan Basri,
1995; Sutrisno, 1994; Thee, Jusmaliani dan Indrawati, 1995). Faktor lainnya
adalah kesiapan infrastruktur dalam arti yang luas, meliputi tidak hanya
infrastruktur fisik melainkan juga infrastruktur pemasaran, infrastruktur
kuangan, kapabilitas informasi, kapabilitas teknologi, dan sebagainya.
Kebijakan pemerintah Indonesia juga mengindikasikan
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi sangat diperlukan untuk menumbuhkan daya
saing bangsa dalam memproduksi barang dan jasa, yang berbasis sumber daya
lokal, yang pada gilirannya akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat secara nyata dan berkelanjutan (sustainable). Hal tersebut antara
lain tercermin dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004, di mana pembangunan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dilakukan melalui empat program
nasional, yang meliputi (1) Iptek dalam dunia usaha, (2) diseminasi informasi
iptek, (3) peningkatan sumber daya Iptek, serta (4) kemandirian dan keunggulan
Iptek.
Komitmen tersebut diperkuat dengan disahkannya
Undang-Undang No. 18 Tahun 2002, tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas IPTEK).
Undang-Undang ini mewajibkan pemerintah untuk memperhatikan: (1) upaya
penguatan dan penguasaan ilmu-ilmu dasar, ilmu pengetahuan dan teknologi
strategis, serta peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan; (2)
penguatan dan penguasaan ilmu-ilmu sosial dan budaya, yang mendukung
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) penguatan pertumbuhan industri
berbasis teknologi, untuk meningkatkan kemampuan perekayasaan, inovasi dan
difusi teknologi; serta (4) penguatan tarikan pasar bagi hasil kegiatan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Persoalannya kemudian adalah sampai saat ini masih
banyak kegiatan produktif masyarakat yang memerlukan dukungan iptek, baik yang
berskala kecil, menengah atau besar, belum bisa dipenuhi secara optimal.
Operasional lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah (seperti LIPI, BPPT,
BATAN, LAPAN, LEN dan lain-lain), perguruan tinggi (seperti ITB, UI, UGM,
UNPAD,dan lain-lain), ataupun industri/perusahaan swasta memang sudah lama
berjalan, tetapi belum menunjukkan peran dan fungsi yang optimal dalam
mengembangkan dan memanfaatkan teknologi bagi aktivitas pemberdayaan dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
sumber :
- http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/13379
- http://wsmulyana.wordpress.com/2008/12/04/peranan-komunikasi-dalam-difusi-teknologi/
- http://www.kamusbesar.com/47063/alih-teknologi
- http://rjparinduri.wordpress.com/2010/08/07/alih-teknologi/
- http://ppijkt.wordpress.com/2007/11/23/alih-teknolog-dalam-perspektif-masyarakat/
sumber :
- http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/13379
- http://wsmulyana.wordpress.com/2008/12/04/peranan-komunikasi-dalam-difusi-teknologi/
- http://www.kamusbesar.com/47063/alih-teknologi
- http://rjparinduri.wordpress.com/2010/08/07/alih-teknologi/
- http://ppijkt.wordpress.com/2007/11/23/alih-teknolog-dalam-perspektif-masyarakat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar